Aku dan Hujan yang Basah (Basahi Aku Hujan)

November 23, 2010 § 2 Comments


by Rigel Aditya @rigeladitya

Aku tak melarang kau pergi. Kemana pun itu, aku tak peduli. Toh kau pasti akan pergi. Karena kau, hanya Tuhan yang pantas memiliki.

Aku tak kan meminta kau tetap tinggal. Aku tak kan memaksa, tak akan…
Walau kau pergi tak hanya membawa dirimu, tapi juga hati.
Tak apa, serpihan wangimu masih menempel di bajuku. Itu akan menjadi pengobat rindu.
 

Pun tak akan kupeduli. Walau kau diam tak berbahasa, aku tak akan memaksa. Ah, jangan suudzon. Mungkin aku yang tuli.

Dan aku akan tetap tersenyum. Walau aku hanya bisa menatapmu di sudut kamarku. Kau tertawa, kau bahagia, kau bercanda. Aku akan tetap tersenyum, tak peduli kau menganggapku ada atau tak ada. Aku bahagia kau tak terluka, walau itu artinya aku yang terluka. Aku tetap bahagia.

Aku tak berharap kau mendengar. Toh kau tak akan mendengar. Walau pun berteriak, suara hati siapa yang tahu? Biarkan saja, tak usah kau indahkan. Memang tak seperti bumi. Teruskanlah melukis pelangi.

Aku, sama sekali tak ingin kau tahu. Betapa hati ini selalu berbisik. Kadang aku pun bosan bisikan hatiku sendiri. Dia bilang rindu, tapi toh dia cuma hati. Kuhujam pisau ke dadaku, dia mati. Tak ada lagi yang berisik.

Dan aku sendiri,
Tapi Tuhan maha mengerti. Dia kirimkan hujan. Dia memang maha mengerti.
Aku tunggu mereka semua turun. Mereka pemberani, jatuh tanpa parasut.
Dan saat mereka sudah deras, aku keluar dari teras. Aku puas.
Hujan basahi wajahku. Tak ada yang bisa melihat air mataku.

Where Am I?

You are currently browsing entries tagged with Rigel Aditya at Cubiculum Notatum.